Di Susun Guna
Melengkapi Mata Kuliah
Filsafat Agama
Dosen Pengampu :
MA’AS SHOBIRIN, M.Pd
Di
Susun Oleh :
Lukman Hakim 153040038
PRODI
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS
WAHID HASYIM SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah tepat pada
waktunya. Penulis menyusun makalah ini berdasarkan sumber yang terpercaya,
serta melalui ilmu yang sudah di serap selama penulis mengenyang pendidikan.
Dalam menyusun makalah ini, penulis
banyak memperoleh referensi dari berbagai sumber. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada sumber-sumber yang telah memberikan
informasi kepada penulis, khususnya kepada :
1. Bapak
Ma’as Shobirin, M.Pd, selaku dosen mata kuliah “Filsafat Agama” yang telah
memberikan tugas membuat makalah ini, serta memberi arahan kepada penulis dalam
penyusunan makalah dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang
konstruktif dari semua pihak yang membutuhkan makalah ini. sebagai akhir kata,
penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkannya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Semarang, 13 Oktober
2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
NU mendasarkan faham keagamaan kepada
sumber ajaran Islam Alquran, Al Hadits, Al Ijma’ dan Al Qiyas dalam memahami
dan menafsirkan Islam dari sumbernya tersebut, NU mengikuti Faham Ahlusunnah
Wal Jamaah dengan menggunakan jalan pendekatan (Al Madzhab) di bidang Aqidah NU
mengikuti ajaran yang dipelopori oleh Imam Abu Mansur Al Maturidi, dibidang
fiqih NU mengikuti jalan pendekatan salah satu dariMuhammad bin Idris Assyafii
dan Imam Ahmad bin Hambal, dibidang tassawuf NU mengikuti antara lain Imam
Junaidi Al bagdadi dan Imam Al ghazali serta Imam imam yang lain.
NU mengikuti pendirian bahwa, Islam
adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang
sudah dimiliki manusia. Faham keagamaan yang dianut oleh NU bersifat
menyempurnakan nilai nilai yang baik yang sudah ada dan menjadi ciri-ciri suatu
kelompok manusia, seperti suku maupun bangsa dan tidak bertujuan menghapus
nilai nilai tersebut.[1]
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang menjadi sumber dasar NU?
2. Apa
arti penting pembentukan NU?
3. Apa
itu Ahlussunnah Wal Jamaah?
4. Apa
yang menjadi sumber dasar NU?
1.3
Tujuan
Dan Manfaat
A. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengajarkan
nilai kebaikan dalam NU.
2. Memperkenalkan
apa itu NU.
3. Menjelaskan
dasar keagamaan NU.
B. Manfaat
Manfaat
dari makalah ini adalah :
1. Memberikan
ilmu seputar NU.
2. Memperkenalkan
faham Ahlussunnah Wal Jamaah.
3. Memberikan
penjelasan mengenai sumber dasar NU.
BAB II
PEMBAHASAN
DASAR KEAGAMAAN NU
2.1
Sejarah Singkat Berdirinya NU
Pendiri dari organisasi NU ini adalah KH
Hasyim Asy'ari. dilahirkan pada tanggal 10 April 1875 atau menurut penanggalan
arab pada tanggal 24 Dzulqaidah 1287H di Desa Gedang, Kecamatan Diwek,
Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Beliau tutup usia pada tanggal 25 Juli 1947 yang
kemudian dikebumikan di Tebu Ireng, Jombang.
NU (Nahdlatul Ulama) telah ada dalam
bentuk komunitas (jama’ah) yang diikat
oleh aktivitas sosial keagamaan yang memppunyai karakter ASWAJA (Ahlussunnah
Wal Jamaah). Wujud sebagai organisasi tak lain adalah penegas formal dari
mekanisme informal para ulama.
Arti penting dibentuk organisasi ini
tidak lepas dari konteks waktu itu, terutama berkaitan dengan upaya menjaga
eksistensi jamaah tradisional berhadapan dengan arus paham pembaharuan Isalam,
yang ketika itu telah terlembagakan, antara lain dalam Muhammdiayah.
Arti penting lain pembentukan NU adalah
berkaitan dengan upaya pemupukan semangat nasionalisme di tengah iklim
kolonialisme saat itu. Sulit dibantah bahwa perlawanan terhadap kekuasaan
kolonial Belanda tidak hanya membawa wacana politik tapi juga keagamaan. Dalam
wacana keagamaan itulah peran kepemimpinan ulama menjadi penting (sebut saja
Perang Diponegoro 1825-1830, Perang Paderi 1321-1837, perlawanan rakyat Aceh
1872-1912). Ketika pada abad XX nada perlawanan terhadap penjajah bergeser dari
perjuangan bersenjata menjadi pergerakan nasional, para ulama tidak mau
ketinggalan. Sepuluh tahun sebelum berdirinya NU, KH Wahab Hasbullah mendirikan
Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air) yang berusaha menum buhkan rasa
nasionalisme melalui pendidikan. Organisasi ini adalah langkah kongkret dari
forum diskusi Taswirul Afkar (konsepsi pemikiran) yang sebenarnya merupakan
antisipasi Wahab Hasbullah menghadapi ekses gerakan pembaharuan yang menjadi
ancaman bagi eksistensi tradisi Ahlussunnah wal Jamaah.
Latar belakang lahirnya NU ini perlu
memperoleh perhatian, sebab karakteristik organisasi ini lebih berakar di sini.
Satu hal perlu dicatat dan proses kelahiran yang pada hakekatnya merupakan
reaksi terhadap arus pembaharuan Islam dan situasi kolonialisme tersebut, yakni
bahwa pola perilaku reaktif semacam itu ternyata menjadi inheren dalam dinamika
NU selanjutnya. [2]
2.2
Faham
Keagamaan
Nahdlatul Ulama (NU), menganut paham
Ahlusunnah Wal Jama’ah. Yaitu sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara
ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim (skripturalis).
Dalam bidang Fiqih NU mengikuti empat
madzhab, yaitu ; Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang
tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan
antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun
1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah
Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih
maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan
tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial
dalam NU.[3]
2.3
Peran
NU di Masyarakat
Nahdlatul Ulama (NU) organisasi
yang sudah memiliki pengalaman dan sejarah panjang dalan memberikan pelayan
terhadap masyarakat Indonesia. NU ikut mengarsiteki pembangunan
sumber daya manusia pada masyarakat melalui pendidikan, pelayanan kesehatan,
pemberdayaan ekonomi dan keagamaan pada masyarakat tradisional atau pedesaan.
Sehingga sebenarnya bisa dikatakan jika menilai dari bentuk basis masyarakat
yang diberdayakan, maka NU memiliki beban lebih berat. Hal ini tak lepas dari
mayoritas penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan yang memiliki mata
pencaharian sebagai petani, nelayan, dan buruh adalah masyarakat menengah kebawah.
Dari aspek tersebutlah peran NU sebagai
agen gerakan pemberdayaan masyarakt sipil harus terus memiliki strategi dalam
mengupayakan peningkatan-peningkatan ketahanan ekonomi masyarakat. Namun
tentunya gaya NU dalam memberikan pelayanan dan mendampingi masyarakat dalam
memperoleh hak-haknya dari kekuasaan negara tak melepaskan dari prinsip aqidah
ahlusunnah wal jama’ah (aswaja). Posisi ini tetap akan menjadikan
perjuangan NU dalam mewujudkan kebaikan masyarakat (Khoiron Ummah). Apalagi
platform yang menjadi landasan semangat perjuangan sebagai gerakan
sosial-keagamaan adalah Islam. Dengan konsep pemahaman Islam sebagai agama fitrah
dan rahmat bagi semesta alam tentunya tidak hanya mengurusi hubungan masyarakat
muslim (ukhwah Islamiyah) tapi juga hubungan antar manusia (ukhuwah
bashariyah).[4]
2.4
Dasar
Keagamaan NU
NU memiliki dasar keagamaan yang
berpedoman pada empat sumber. Keempat sumber itu adalah :
a. Al-Quran
Al-Qur’an
adalah dasar hukum yang pertama dan utama dalam Islam. Karena itu setiap muslim
harus menerima bahwa asas yang pertama dan terkuat untuk menentukan hukum Islam
adalah Al-Qur’an.
b. Al-Hadits
atau As-Sunnah
Al-hadits
atau As-Sunnah meliputi sunnah Qauliyan, Fi’liyah, dan sunnah Taqririyah. Dalam
agama Islam al-Hadits atau as-Sunnah mempunyai peran yang sangat penting dan
merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
c. Ijma’
Ijma’
Yaitu kesepakatan para ulama’ mujtahid mengenai suatu hukum ijma’ baru dapat
dipergunakan sebagai dalil terhadap suatu perkara sesudah ternyata tidak
ditemkan nash Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Ijma’, ada beberapa macam diantaranya
ijma’ sharih, ijma’ sukuni, ijma’ sababy, ijma’ khalifah empat, dan lain-lainnya.
d. Qiyas
Qiyas
adalah menyamakan suatu masalah yang belum diketahui hukumnya, karena
diantaranya terdapat kesamaan (illat) yang menjadi dasar penentu hukum.
Berdasarkan
pengertian diatas, maka dalam mengqiyaskan suatu hukum harus diperhatikan empat
hal, yaitu :
1. Alas,
Asal adalah sesuatu yang sudah ada nash hukumnya yang menjadi ukuran atau
tempat menyerupakan.
2. Far’un,
Far’un yaitu sesuatu yang belum diketahui hukumnya dan dimaksudkan untuk diukur
atau diserupakan dengan hukum asal.
3. Hukum
asal, yaitu hukum syara’ yang terdapat pada asal dan dimaksudkan menjadi hukum
bagi far’un.
4. Illat
yaitu sebab yang menggabungkan atau menghubungkan antara asal (pokok) dengan
fa’run (cabang).[5]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
NU merupakan sebuah organisasi yang
tidak seenaknya saja dalam memandang dan menilai berbagai hal. Mengacu pada
sumber seperti Al-Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Menjadikan NU sebagai
organisasi yang lebih mengutamakan sumber yang ada dalam menilai suatu hal yang
terjadi di lingkungan sekitar.
Selain itu, NU juga mengajarkan untuk
tidak menilai baik-buruknya suatu perbuatan tanpa di dasari oleh hukum dan
sumber terkuat.
DAFTAR
PUSTAKA
Karin,
A. Gaffar, Metamorfosis Nu Dan Politisasi
Islam Di Indonesia. Pustaka NU Online.
[1] Sumber http://agusmr220.blogspot.co.id/2013/12/nu-dan-sikap-sikap-keagamaan.html
jam 14:32. 16/3/2016
[2] A. Gaffar Karin, Metamorfosis Nu
Dan Politisasi Islam Di Indonesia (Pustaka NU Online) hal.
[4] Sumber http://akmalstainu2015.blogspot.co.id/2015/12/eranan-nu-di-masyarakat-pendidikan.html
jam 14:00. 16/3/2016
[5] Sumber http://agusmr220.blogspot.co.id/2013/12/nu-dan-sikap-sikap-keagamaan.html
jam 14:28. 16/3/2016